Home » Articles posted by Dedi

Author Archives: Dedi

Pembuatan Sistem Pemantauan Pergerakan Titik Metode RTK NTRIP Menggunakan Layanan CORS Dengan Komunikasi Data Berbasis TCP-IP

Background

CORS (Continually Operating Reference Station) adalah stasiun referensi GNSS (Global Navigation Satellite System) yang beroperasi secara kontinu (24 jam non-stop). CORS didesain sebagai stasiun referensi teliti yang bukan hanya memperoleh dan menyimpan data pengukuran, tetapi juga mengirimkan sinyal koreksi yang mendukung pengukuran GPS secara RTK (Real Time Kinematic) sehingga akurasi posisi yang diperoleh pengguna dapat ditingkatkan hingga level sentimeter (Chen, 2004). Sinyal koreksi dikirimkan oleh CORS menggunakan metode NTRIP (Networked Transport of RTCM via Internet Protocol) melalui jaringan internet ke rover station (Blacker, 2010). Metode survei pengukuran menggunakan GNSS CORS secara RTK dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, diantaranya adalah penentuan posisi titik dan pemantauan pergerakan titik yang terletak pada pada lokasi tertentu (disebut kemudian dengan rover station) dari sebuah stasiun kontrol yang terletak jauh dari titik yang dipantau (monitor station).

Salahsatu format data GNSS yang mendukung sistem pemantauan pergerakan titik jarak jauh adalah NMEA (National Marine Electronics Association). NMEA adalah format data yang meliputi struktur, isi, dan protokol data GNSS yang diterapkan untuk keperluan komunikasi GNSS dengan peralatan elektronik lain. NMEA merupakan data berformat ASCII yang berisi informasi; posisi tiga dimensi (lintang, bujur , dan tinggi), waktu pengukuran (epoch), banyaknya satelit yang diamat, kualitas data, dan lain-lain (Hewerdine, 2005). Salahsatu permasalahan yang timbul dalam pembuatan sistem pemantauan titik secara real-time adalah bagaimana mendesain komunikasi data NMEA dari rover station ke monitor station, serta menyajikan pergerakan rover station pada monitor station agar proses pemantauan pergerakan titik dapat diamati dari jarak jauh secara optimal dan efisien.

Makalah ini akan membahas tentang pembuatan sistem pemantauan pergerakan titik hasil penentuan posisi metode NTRIP menggunakan komunikasi data berbasis TCP-IP (Transmission Control Protocol and Internet Protocol) yang disebut VPN (Virtual Private Network). Pembuatan sistem pemantauan pergerakan titik secara real-time meliputi pekerjaan yang sangat luas. Penelitian ini difokuskan pada instrumentasi komunikasi data dan pengamatan pergerakan titik secara visual.

How to Do The Experiment?

Sistem pemantauan yang dibangun dalam penelitian ini terdiri atas 3 komponen utama yaitu; stasiun GNSS CORS, rover station dan monitor station. Stasiun GNSS CORS yang digunakan dalam penelitian ini adalah CORS GMU1 milik Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM. Rover station yang digunakan terdiri atas 1 unit receiver GNSS double frequency merk Javad Triumph 1 (frekuensi 1 Hz, dilengkapi modem GSM), komputer dan modem internet. Monitor station terdiri atas sebuah komputer dan modem internet. Desain sistem pemantauan dan komunikasi data secara lengkap disajikan pada Gambar 2.1.

RTK Monitoring

 

 

 

 

 

Gambar 2. 1. Desain sistem pemantauan pergerakan titik

Rover station terhubung ke CORS GMU1 melalui koneksi GPRS menggunakan SIM Card GSM. Penentuan posisi pada rover station dilakukan menggunakan metode RTK NTRIP dengan memanfaatkan mountpoint SB_GMU1_RTCM3.0 dari CORS GMU1. Mountpoint tersebut menyediakan streaming sinyal koreksi RTCM versi 3.0 yang memungkinkan pengukuran RTK NTRIP menggunakan satelit GPS dan Glonass sekaligus. Receiver GNSS pada rover station dihubungkan ke serial port komputer dengan menggunakan kabel RS-232. Komputer rover station terhubung dengan komputer monitor station melalui komunikasi data VPN (Virtual Private Network) menggunakan modem internet. Penggunaan VPN dipilih untuk menjaga tingkat kestabilan komunikasi data antara rover station dan monitor station. Modem internet yang digunakan pada rover station terdiri atas 2 buah modem dengan kecepatan maksimal masing-masing 153 kbps (CDMA 2000) dan 256 kbps (GSM). Penggunaan dua buah modem berbeda ini ditujukan untuk mengkaji pengaruh kecepatan koneksi internet dalam komunikasi data NMEA. Selanjutnya dilaksanakan simulasi pemantauan pergerakan titik untuk mengkaji penerapan sistem yang telah dibangun. Secara umum simulasi yang dilakukan ada dua, yakni:

  1. Simulasi dengan menempatkan rover station pada lokasi terbuka dan pada lokasi yang berobstruksi, dengan rover station pada posisi diam. Ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh obstruksi terhadap kualitas data posisi rover station.
  2. Simulasi dengan menempatkan rover station pada lokasi terbuka dan menggerakkan rover station ke arah atas bawah, utara-selatan dan timur-barat, masing-masing sebesar 20cm, 10cm, 5cm, dan 2.5cm, seperti tersaji pada Gambar 2.2. Hal ini ditujukan untuk mempelajari besar pergerakan rover station yang bisa diamati secara visual pada monitor station.

Rover RTK Monitoring

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. 2 Simulasi pemantauan pergerakan titik dengan rover station digerakkan ke arah atas bawah

RESULT OF THE EXPERIMENT

  1. Hasil Data NMEA

Data keluaran yang dihasilkan oleh receiver GNSS pada rover station adalah posisi 3D dalam format NMEA dengan sampling interval 1 detik. Hasil dari penentuan posisi selama 1 jam 18 menit 3 detik, dihasilkan data NMEA sebesar 421 kB (4687 baris data NMEA tipe GGA), sehingga untuk setiap detiknya diperoleh data NMEA GGA dengan besar file 0.09 kB. Gambar 3.1 menampilkan contoh data NMEA yang diperoleh pada saat pengukuran.

Gambar 3. 1. Data NMEA hasil pengamatan

Dari contoh data NMEA pada Gambar 3.1, pada setiap barisnya terdiri atas data-data GNSS dengan susunan sebagai berikut:

 

$GPGGA,044415.00,0745.8297605,S,11022.3500524,E,4,10,0.87,149.3976,M,24.9859,M,1.0,0001*6C

Dalam hal ini,

  • $GPGGA = global positioning system fix data
  • 044415.00 = waktu pengukuran pada 04:44:15:00 UTC
  • 0745.8297605,S = posisi lintang 7o45.8297605’ LS
  • 11022.3500524,E = posisi bujur 110o22.3500524’ BT
  • 4 = solusi pengukuran RTK fixed (kualitas data)
  • 10 = jumlah satelit yang diterima sebanyak 10 satelit
  • 0.87 = horizontal dilution of precision
  • 149.3976,M = posisi tinggi orthometrik 149.3976 meter
  • 24.9859,M = tinggi geoid (msl) pada elipsoid WGS’84
  • 1.0 = waktu dalam detik sejak DGPS terakhir di-update
  • 0001 = nomor identitas stasiun DGPS
  • *6C = data checksum, selalu dimulai dengan simbol *

2. Hasil Simulasi Pemantauan Pergerakan Titik

Hasil simulasi pemantauan pergerakan titik ditampilkan pada monitor station menggunakan perangkat lunak VisualGPSXP versi 3.2. Dalam perangkat lunak ini, informasi posisi tinggi disajikan pada grafik garis, sedangkan posisi lintang dan bujur disajikan pada scatter gram. Lain halnya dengan posisi vertikal yang bisa diamati secara visual real-time pada monitor station, pergerakan posisi horisontal secara visual real-time sangat sulit untuk diamati pada perangkat lunak ini. Ini dikarenakan sistem koordinat yang digunakan pada scatter gram berupa lintang bujur. Untuk dapat mengamati pergerakan titik pada arah horisontal, koordinat lintang bujur dari data NMEA dirubah kedalam sistem proyeksi UTM, dan disajikan secara manual menggunakan Microsoft Excel.

Hasil pemantauan pergerakan titik pada rover station dengan posisi diam dan terletak pada lokasi terbuka, posisi yang diperoleh mempunyai kualitas data berupa RTK fixed dengan ketelitian sentimeter (± 2 cm). Gambar 3.2 menunjukan visualisasi data NMEA (untuk komponen tinggi) dengan  rover station diam pada cakupan langit terbuka.

Grafik1 Monitoring

 

 

 

Gambar 3. 2 Visualisasi data NMEA dengan  rover station diam pada cakupan langit terbuka

Hasil yang didapat dari simulasi rover station diam dengan lokasi tidak terbuka menunjukkan kualitas data yang bervariasi yaitu RTK fixed dan float RTK. Ketelitian posisi yang didapat bervariasi dari ± 2cm sampai 5m, seperti terlihat pada Gambar 3.3. Dari rentang ketelitian posisi tersebut, khusus untuk float RTK bervariasi dari 10dm hingga 5m.

Grafik2 Monitoring

 

 

 

Gambar 3. 3 Visualisasi data NMEA dengan  rover station diam pada cakupan langit tidak terbuka

Pada  rover station diam dan bergerak keatas dan  kebawah pada lokasi ideal data posisi yang diperoleh mempunyai kualitas data RTK fixed dengan ketelitian sentimeter. Dengan kualitas data ini, maka gerakan naik-turun rover station (dalam sentimeter) dapat terlihat jelas, seperti yang disajikan Gambar 3.4.

Grafik3 Monitoring

 

 

 

Gambar 3.4 Visualisasi data NMEA dengan rover station bergerak naik turun

Pemantauan posisi dengan  rover station diam pada lokasi terbuka dan bergerak timur-barat dan utara selatan mempunyai kualitas data RTK fixed dengan ketelitian sentimeter. Gerakan rover station pada arah timur-barat ditampilkan pada Gambar 3.5 sedangkan pada arah utara-selatan ditampilkan pada Gambar 3.6.

Grafik4 Monitoring

 

 

 

 

Gambar 3.5 Grafik perubahan absis dengan rover station bergerak timur-barat

Grafik5 Monitoring

 

 

 

 

Gambar 3.6. Grafik perubahan ordinat dengan  rover station bergerak utara-selatan

Statistik dari Data NMEA dengan kualitas RTK fixed hasil simulasi pemantauan pergerakan titik dengan rover station dalam keadaan diam disajikan dalam Tabel 3.1

Tabel. 3.1 Statistik dari Data NMEA dengan kualitas fixed

Statistik X

(cm)

Y

(cm)

Z

(cm)

rata-rata beda posisi antar epoch 0.119 0.101 0.306
beda posisi antar epoch terbesar 1.500 1.600 2.750
beda posisi antar epoch terkecil 0.000 0.000 0.000
simpangan baku nilai posisi 0.109 0.109 0.256

Statistik dari Data NMEA dengan kualitas RTK float hasil simulasi pemantauan pergerakan titik dengan rover station dalam keadaan diam disajikan dalam Tabel 3.1

Tabel. 3.2 Statistik dari Data NMEA dengan kualitas float

Statistik X

(cm)

Y

(cm)

Z

(cm)

rata-rata beda posisi antar epoch 4.004 6.885 10.413
beda posisi antar epoch terbesar 457.2 997.3 839.160
beda posisi antar epoch terkecil 0.000 0.000 0.000
simpangan baku nilai posisi 17.885 42.877 51.348

Dari hasil yang diperoleh di atas, perubahan posisi sebesar 2,5 cm ( gerakan terkecil) pada gerakan keatas dan  kebawah dan utara-selatan timur-barat rover station, untuk kualitas data RTK fixed perubahan posisi ini secara visual masih dapat diamati.

 3. Analisa Hasil Komunikasi Data NMEA

Analisa pengaruh kecepatan koneksi internet dalam komunikasi data NMEA secara real-time berbasis TCP/IP dapat dilakukan dengan membandingkan kecepatan mengunggah/upload speed, mengunduh/download speed (Garramone, 2007), kapasitas data NMEA yang diperoleh, informasi waktu dalam data NMEA. Komputer monitor station dalam komunikasi data NMEA berperan untuk mengunduh data sehingga kecepatan yang berpengaruh adalah download speed. Komputer rover station dalam komunikasi data NMEA berperan untuk mengunggah data, sehingga kecepatan yang berpengaruh adalah upload speed. Dari hasil tes kecepatan via speedtest.net diketahui bahwa monitor station menggunakan koneksi internet broadband Kampus Teknik Geodesi UGM mempunyai download speed sebesar 0.98 mbps (megabit per second) atau 122.5 kBps (kilobytes per second), sedangkkan modem pada rover station memiliki kecepatan mengunggah sebesar 0.04 mbps dan 0.05 mbps. Dari hasil simulasi komunikasi data diketahui bahwa proses transmisi data mengalami keterlambatan mengirim data NMEA rata-rata selama 5 detik. Komputer monitor station dengan download speed sebesar 0.98 mbps tentunya tidak terjadi masalah dalam besarnya data NMEA yang diunduh. Data NMEA yang diterima, diunduh, divisualisasikan dan direkam (ditulis ke file) bergantung dari kecepatan rover station dalam mengunggah data tersebut.

RESULT

Komunikasi data NMEA hasil penentuan posisi metode NTRIP RTK dari rover station ke monitor station berbasis TCP/IP melalui koneksi VPN dapat digunakan untuk proses pemantauan perubahan posisi suatu titik (monitoring) tanpa pengadaan TCP/IP publik pada rover station. Komunikasi data dengan kecepatan koneksi 153 kbps sudah cukup memadai untuk sistem pemantauan pergerakan titik secara real time, ini ditunjukan dengan tidak adanya paket data yang hilang walaupun terjadi keterlambatan pengiriman data rata-rata 5 detik. Hasil simulasi dari pemantauan posisi titik pada lokasi yang terbuka,  dengan rover station diam dan bergerak, menghasilkan perubahan data posisi rata-rata per epoch yang berurutan sebesar 0.2 cm, perubahan data posisi terbesar rata-rata sebesar 2 cm, dan simpangan baku rata-rata sebesar 0.16 cm, menunjukan bahwa perubahan posisi sebesar 2.5 cm masih dapat diamati. Hasil simulasi dari pemantauan posisi titik pada lokasi dengan cakupan langit tidak terbuka dengan rover station pada posisi diam, menghasilkan perubahan data posisi rata-rata per epoch yang berurutan sebesar 7.1 cm, perubahan data posisi terbesar rata-rata sebesar 763.56 cm, dan simpangan baku rata-rata sebesar 37.37cm.

REFERENCES

Blacker, C., 2010, Means of Delivering RTK Correction Signal, Precision Decision Ltd, New York-USA.

Chen. R., 2004, Test Results of an Internet RTK System Based on the NTRIP Protocol, Finnish Geodetic Institute, Masala-Finland.

Garramone, dkk, 2007, Real Time Kinematics GPS Positioning Using Web-Based Corrections, GEOS 2007, Matera-Italy.

Hewerdine, W., 2005, NMEA Reference Manual, SiRF Technology Inc, San Jose.

 

Pemanfaatan Modul OEM GPS untuk RTK GPS dengan Android

20151114_111839Background

Modul GPS murah memiliki spesifikasi dan fitur yang memungkinan penentuan posisi teliti menggunakan berbagai macam metode seperti; static post-processing, kinematic post-processing maupun real-time kinematic GPS. Pada tulisan ini dibahas tentang studi awal penggunaan modul GPS murah untuk penentuan posisi metode RTK menggunakan data koreksi dari Continuously Operating Reference Station (CORS) atau yang lebih dikenal dengan istilah Networked Transported RTCM via Internet Protocol (NTRIP). Potensi masalah teknis yang dihadapi dalam penggunaan GPS murah pada umumnya adalah pada penyusunan sistem serta akurasi yang dihasilkan dari pemanfaatan sistem pada pengukuran riil di lapangan. Dalam tulisan ini dibahas tentang teknis penyusunan sistem RTK menggunakan GPS modul murah yang dikoreksi menggunakan  layanan NTRIP dari CORS. Hasil-hasil awal terkait pengujian sistem RTK yang dibuat juga disampaikan dengan tujuan memberikan gambaran performa dari sistem RTK ini.

Related Works

Kebutuhan akan penentuan posisi yang akurat dengan pembiayaan yang terjangkau telah mendorong banyak peneliti mengembangkan berbagai alternatif solusi, salah satunya penentuan posisi teliti menggunakan modul GPS murah. Penggunaan modul GPS murah diawali oleh Takasu (2009) melalui penemuan RTKLIB yang merupakan kode paket pemrograman berbahasa C yang dapat digunakan sebagai platform standar aplikasi RTK GPS. Paket program ini  mendukung komunikasi data melalui komunikasi data protokol serial I/O, TCP/IP dan NTRIP, menggunakan berbagai format koreksi data termasuk RTCM 2.3, RTCM 3.1 dan pesan baku eksklusif untuk beberapa receiver GPS. Metode resolusi ambiguitas fase yang digunakan oleh RTKLIB adalah metode LAMBDA (Takasu dan Yasuda, 2009). RTKLIB telah mengalami beberapa pengembangan dan penyesuaian. Versi pertama RTKLIB dirilis pada 31 Januari 2009 sedangkan versi terbarunya adalah versi 2.4.3 yang telah dirilis 31 Maret 2015.

Hwang dkk (2012) kemudian mengembangkan aplikasi untuk pemodelan kesalahan pada penentuan posisi RTK GPS berbasis telepon pintar (smartphone). Sementara itu Grieneisen (2012) telah memanfaatkan teknologi RTK GPS untuk penentuan posisi pada pesawat udara kecil (micro aerial vehicle). Selain RTK GPS, penggunaan RTKLIB untuk penentuan posisi teliti menggunakan metode precise point positioning juga telah dikaji oleh Wiśniewski dkk (2013).

Fitur penentuan posisi teliti yang dapat dilakukan dengan menggunakan modul GPS u-blox dapat secara detail di cermati pada u-blox LEI-6 Series Datasheet tahun 2014. Interoperabilitas data hasil penentuan posisi RTK GPS secara umum dan RTK GPS menggunakan modul GPS dapat dilakukan dengan mengacu pada tulisan Lee dkk (2002) tentang standar komunikasi data GPS format National Marine Electronic Association (NMEA) yang terbaru.

How to Do The Experiment?

Konsep pengukuran yang dilakukan pada eksperimen ini secara umum adalah survei RTK menggunakan koreksi dari CORS atau yang disebut dengan NTRIP. Alat-alat yang digunakan dalam eksperimen ini meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras yang digunakan adalah:

  1. Satu unit GPS OEM Ublox seri LEI-6T
  2. Satu unit tablet android
  3. Kabel (Universal Serial Bus) USB to mini USB
  4. Kabel USB OTG (On The Go)
  5. Satu unit komputer/laptop

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  1. Aplikasi RTKLIB
  2. Aplikasi android RTK+ (berbasis koding RTKLIB)
  3. Perangkat lunak U-center

 

Eksperimen dimulai dengan kegiatan persiapan yang meliputi persiapan alat (pengadaan alat utama berupa GPS OEM Ublox seri LEI-6T dan perangkat android). Dilanjut pengunduhan dan pemasangan perangkat lunak U-center pada komputer serta pengunduhan dan pemasangan aplikasi RTK+ pada perangkat android.

Workflow

Pengaturan sistem RTK yang dilakukan pada umumnya terdiri atas 2 tahap yakni pengaturan sistem pada modul GPS dan pengaturan pada aplikasi RTK+. Pengaturan yang dilakukan pada modul GPS meliputi pengaturan komunikasi data protokol serial (serial connection) dan tipe data dengan menggunakan perangkat lunak U-center. Sedangkan pengaturan pada aplikasi RTK+ meliputi pengaturan komunikasi data dan tipe data (parameternya harus sama dengan pengaturan pada pengaturan modul GPS dari U-center) serta pengaturan yang terkait dengan CORS yang akan digunakan (IP number, port number, username, dan password)

Kegiatan perakitan sistem RTK dilakukan dengan menyambungkan modul GPS Ublox seri LEI-6T dengan perangkat android dengan menggunakan kabel USB OTG (micro USB to USB) yang disambung dengan kabel USB to mini USB. Antena bawaan modul GPS disambungkan dengan menggunakan konektor mini kabel coaxial.

Setelah pengaturan sistem RTK selesai dilaksanakan dan alat sudah terakit kemudian dilanjutkan dengan melakukan tes untuk menguji apakah sistem RTK yang telah disusun dapat berfungsi dengan baik. Apabila terdapat kendala teknis dan sistem RTK tidak berfungsi maka dilakukan cek ulang pengaturan RTK yang terkait dengan komunikasi data dan tipe data modul GPS serta komunikasi data, tipe data pada aplikasi RTK+.

Pengukuran RTK dilakukan untuk menguji apakah sistem RTK yang dibuat dapat digunakan untuk pengukuran secara riil di lapangan. Tahap ini terdiri atas  dua pekerjaan yakni: 1. tes penentuan posisi RTK pada titik kontrol yang telah diketahui koordinat tetap-nya dan 2.  tes pengukuran pada detil planimetrik. Tes yang pertama dilakukan di titik kontrol Orde-0 N0005 yang terletak di depan gedung DSSDI (Direktorat Sistem dan Sumberdaya Informasi) Universitas Gadjah Mada. Koordinat yang dijadikan acuan adalah koordinat  titik N0005 hasil pendefinisian Sistem Referensi Geospasial Indonesia tahun 2013 (SRGI2013) yang dimuat di laman http://srgi.big.go.id/peta/jkg.jsp milik Badan Informasi Geospasial (BIG).

 

Evaluasi tes pertama dilakukan dengan membandingkan koordinat rerata hasil pengukuran dengan koordinat fix titik N0005 dari SRGI2013 epoch 2012 yang tercantum pada tabel 1. Tes kedua dilakukan dengan mengukur sebuah taman di depan gedung Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT) Universitas Gadjah Mada (Gambar 3). Tes ini dilakukan untuk mengecek hasil pengukuran RTK secara riil di lapangan pada obyek planimetrik. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan karena lokasinya cukup terbuka dan datar sehingga memudahkan pelaksanaan tes.

Evaluasi untuk tes kedua dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut; melihat secara visual hasil pengukuran (metode RTK dan absolute positioning) di atas Google Maps (satellite image view), membandingkan hasil jarak antara dua titik pengamatan RTK dengan pengukuran jarak langsung menggunakan pita ukur. Satu hal yang perlu disadari bahwa citra satelit pada Google Maps juga tidak lepas dari kesalahan, namun demikian menampilkan hasil pengukuran di atas citra tersebut dapat memberikan gambaran umum hasil penentuan posisi RTK yang dilakukan. 

Result  

Hasil dan pembahasan pada makalah ini meliputi; hasil rangkaian sistem RTK, hasil ujicoba fungsi sistem RTK hasil pengukuran RTK, dan evaluasi hasil pengukuran RTK.

 1.     Hasil rangkaian sistem RTK

Sistem

Secara umum tidak sulit untuk merangkai sistem RTK menggunakan modul GPS u-blox LEI-6T yang terkoneksi dengan aplikasi RTK+ pada perangkat android. Dari rangkaian tersebut juga dapat dilihat bahwa ke depan perlu didesain wadah (case) untuk melindungi modul receiver, mengingat modul tersebut terangkai dalam sebuah printed circuit board (PCB) kecil yang rawan rusak karena terbentur atau jatuh. Ada baiknya juga didesain holder untuk men-setup perangkat android dan antena agar bisa dengan nyaman digunakan saat pengukuran. Hal-hal ini perlu dilakukan mengingat pada prakteknya sistem ini akan digunakan pada pengukuran di lapangan yang memerlukan kemudahan dalam melakukan sentering, pengukuran maupun perpindahan antar titik pengamatan.

 

 

2.     Hasil uji coba fungsi sistem RTK

Sistem RTK yang telah dibuat telah diuji coba untuk digunakan dalam pengukuran. Setelah semua alat tersambung dan difungsikan lampu indikator pada modul GPS langsung menyala dan berkedip. Setelah itu sistem secara umum akan memerlukan sekitar 1-5 menit untuk melakukan inisialisasi penentuan posisi. Setelah proses inisialisasi berhasil dilakukan maka akan muncul koordinat dan tipe solusi pengukuran yang dihasilkan. Pada umumnya koordinat yang muncul pada awalnya merupakan koordinat dengan tipe solusi absolute/standalone, kemudian dilanjut dengan koordinat dengan solusi RTK float dan atau fixed. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan solusi RTK bergantung pada keterbukaan pandangan langit (sky view) lokasi pengamatan dan kelancaran komunikasi data internet yang digunakan. Pada eksperimen ini inisialisasi memerlukan waktu sekitar 1 menit karena lokasi terbuka dan komunikasi data relatif lancar.

3.     Hasil Pengukuran RTK

HasilHasil pengukuran dapat disimpan dalam beberapa format data. Tes penentuan posisi di atas titik N0005 dilakukan beberapa kali dengan durasi masing-masing pengukuran sekitar 1 jam. Dari seluruh pengamatan yang dilakukan, solusi pengukuran RTK yang dihasilkan dominan float (Gambar 5). Mengingat  lokasi pengamatan yang terbuka (minim vegetasi dalam radius 20 meter), solusi yang dominan float ini kemungkinan diakibatkan oleh sinyal pantulan detil reflektif di sekitar lokasi pengamatan (gedung, pagar, jalan aspal dan lain-lain). Dari hasil yang disajikan pada gambar dapat diketahui bahwa posisi yang dihasilkan dari solusi float RTK dengan sistem ini masih sangat divergen untuk 10 menit pertama. Namun demikian pada periode berikutnya hingga menit ke 60 solusi sudah mulai konvergen dan mendekati nilai koordinat fix titik N0005 dari SRGI2013 epoch 2012. Nilai rata-rata koordinat hasil pengukuran float tersebut hanya berselisih 20cm dari titik N0005.

Hasil2Solusi pengukuran yang masih dominan float dan memiliki akurasi desimeter sebenarnya belum ideal untuk digunakan untuk pengukuran detil planimetrik. Namun demikian pengukuran tetap dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran riil hasil penentuan posisi RTK sistem ini untuk pemetaan detil. Pada Gambar 6 ditampilkan hasil tes pengukuran detil planimetrik. Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya bahwa belum kovergennya solusi dapat mengakibatkan hasil yang didapat bisa sangat berbeda dengan hasil pada tes pertama (penentuan posisi pada titik tetap). Terlihat secara visual pada gambar bahwa bentuk taman yang seharusnya teratur menjadi terdistorsi karena setiap titik pojok taman yang diukur dengan sistem RTK ini didapat solusi float dengan ketelitian pada level desimeter. Namun demikian jika dibandingkan dengan solusi absolute positioning tentu saja sistem RTK ini sudah memberikan solusi penentuan posisi yang jauh lebih baik.

4.     Evaluasi Hasil Pengukuran RTK

Dari hasil-hasil yang telah disampaikan sebelumnya terlihat bahwa untuk meneliti performansi dari penentuan posisi menggunakan modul GPS murah dengan memanfaatkan koreksi RTK NTRIP dari CORS masih memerlukan kajian yang lebih mendalam. Dari eksperimen sederhana pada tes penentuan posisi pada titik kontrol N0005 dan pengukuran detil planimetrik didapat dua hasil yang agak berbeda dimana pada tes pertama penentuan posisi dengan sistem RTK ini menunjukkan ketelitian yang cukup baik (20cm untuk solusi float) namun pada tes pengukuran detil planimetrik didapatkan hasil dengan ketelitian lebih rendah

References

Grieneisen, D., 2012,  Real Time Kinematic GPS for Micro Aerial Vehicle.

Hwang, J., Yun, H.,  Cho, J., Lee, D., 2012, Development of an RTK-GPS Positioning Application with an Improved Position Error Model for Smartphones, Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI), Published online Sep 25 2012.

Takasu, T., Yasuda, A., 2009, Development of the low-cost RTK-GPS receiver with an open source program package RTKLIB, International Symposium on GPS/GNSS, International Convention Center Jeju, Korea, November 4-6, 2009

Takasu, T., 2009, RTKLIB: Open Source Program Package for RTK-GPS, FOSS4G 2009 Tokyo, Japan, November 2, 2009.

u-blox, 2014, LEA-6 GPS Module Data Sheet, November 27 2014.

Wiśniewski, B., Bruniecki, K., Moszyński, M., 2013, Evaluation of RTKLIB’s Positioning Accuracy Using Low-cost GNSS Receiver and ASG-EUPOS, the International Journal on Marine Navigation and Safety of Sea Transportation Vol. 7 No. 1 March 2011.

Lee, A., Anderson, L., Cassidy, F., 2002, NMEA 2000 A Digital Interface for the 21st Century, Institute of Navigation’s 2002 National Technical Meeting January 30, 2002 in San Diego, California.

 

Kamus Istilah GNSS CORS

Teknologi GNSS CORS (Continously Operating Reference Station) saat ini telah banyak digunakan oleh institusi-institusi pemerintah maupun perusahaan swasta. Namun demikian tidak sedikit yang masih awam tentang berbagai istilah-istilah yang terkait dengan GNSS CORS. Untuk membantu memberikan penjelasan tentang istilah -istilah tersebut, saya telah membuat kamus istilah GNSS CORS yang dapat diunduh pada tautan ini. Semoga kamus ini bermanfaat. Apabila anda menemukan ada penjelasan istilah yang dirasa kurang tepat anda dapat memberikan masukan untuk perbaikan kamus ini dengan mengirim pesan ke email pribadi saya. Terima kasih.

Screenshot Kamus

 

Geomagic: A Simple RINEX Converter

GPS data processing is usually preceded by generating a RINEX file. RINEX, standing for Receiver Independent Exchange, is a conventional format that does not depend of type of GPS receivers. The conversion is usually done using a DOS-based program called TEQC produced by UNAVCO. Using this software, the conversion is done using text-based commands using several parameters, which vary for different purposes and different types of receivers. Therefore, data conversion may be time-consuming and inefficient.

Untitled

To overcome the issue of time consumption and efficiency, an assisting tool needs to be developed. One of the possibilities is to develop GUI-based (Graphical User Interface) software that enables users to generate RINEX file from different GPS receivers in a simple procedure. For this purpose, such software has been developed using Delphi software by utilizing function of TEQC. Instead of typing complicated text-based command, this software enables users to generate RINEX files by a few clicks. The basic idea of the software is by creating an auto executed batch file via the GUI. This batch file has a similar function with the command line on TEQC. The different is that the batch file is auto generated and the parameter of the TEQC options is also automatically included once user clicks on the options of the interface.

A survey to investigate how this software can improve the efficiency of data conversion has been conducted as well. Result of the survey shows that expert users can save averagely 60 seconds of time by utilizing this software compared to the use of command line-based TEQC. Meanwhile, amateur users can save even two minutes. Referring to the saving time, the use of the software may offer a great efficiency, especially if it is used in states where labour salary is reasonably high.

This work has been presented in the Map Asia 2008 International Conference. The full paper can be downloaded by clicking this link. Click this link to download the software.

Navigasi Kendaraan Berbasis GPS Pada Smartphone

Seiring semakin populernya penggunaan ponsel pintar (smartphone) dalam beberapa tahun terakhir, navigasi perjalanan berbasis GPS mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini pengguna smartphone dimanjakan dengan kemudahan menjelajahi rute perjalanan dimana saja dan kapan saja baik secara offline maupun online. Berbagai pilihan aplikasi, baik yang gratis maupun berbayar banyak tersedia di AndroidTM playstore, AppleTM store, BlackberryTM world, NokiaTM  store dan sebagainya. Sebut saja beberapa aplikasi navigasi perjalanan online yang populer seperti: Google Navigation, Waze, Sygic adalah aplikasi android yang angka terunduh-nya sangat fantastis. Tak kalah populer adaalah aplikasi navigasi perjalanan offline seperti: Navitel, Papago, Orux dan sebagainya. Berbagai komunitas pecinta navigasi perjalanan berbasis GPS pun bermunculan, mulai dari yang iseng hingga yang serius. Tak sedikit pula komunitas yang membuat peta navigasi sendiri. Contoh situs komunitas yang membuat peta navigasi sendiri adalah malsingmaps.com (Malaysia dan Singapura) dan navigasi.net (Indonesia).

Navigasi perjalanan berbasis GPS pada awalnya dikenal oleh konsumen melalui produk perangkat GPS yang khusus didesain untuk navigasi yang dikenal dengan sebutan GPS otomotif (automototive GPS). Perangkat ini biasanya bekerja dengan menggunakan bantuan data peta navigasi atau yang lebih dikenal dengan istilah digital route map (DRM). Pada tahun 2006 beberapa produsen mobil terkemuka mulai memperkenalkan penggunaan teknologi ini di Indonesia saat mereka menyertakan opsi navigasi GPS pada paket penjualan mobilnya.

Penentuan posisi pada sistem navigasi berbasis GPS secara teoritik dilakukan dengan metode absolute positioning atau yang juga dikenal dengan istilah standard positioning service (SPS) dimana posisi pengguna ditentukan dengan menggunakan satu receiver dengan mengamat minimal 3 satelit untuk posisi 2D atau 4 satelit untuk posisi 3D. Metode positioning ini berdasar pada prinsip pemotongan ke belakang berdasar jarak hasil pengamatan GPS menggunakan metode pseudoranging (menggunakan sinyal kode C/A GPS). Jika pseudoranging dilakukan pada kondisi ideal maka kesalahan yang terjadi adalah sekitar 3 meter. Pada kenyataannya pseudoranging tidak lepas dari kesalahan akibat medium perambatan sinyal (atmosfer), kesalahan orbit satelit, derau receiver dan sebagainya sehingga akurasinya bisa turun hingga 15 meter. Dengan demikian, pada dasarnya akurasi penentuan posisinya berkisar pada angka 3-15 meter. Namun, pada pelaksanaannya aplikasi navigasi berbasis GPS memanfaatkan algoritma matematika khusus untuk mengintegrasikan posisi dari GPS ke dalam jaringan jalan. Fitur ini analoginya mirip dengan fasilitas OSNAP pada perangkat lunak computer aided drawing (CAD) dimana setiap kita mengarahkan kursor maka sistem akan mengasosiasikan lokasi pointer kepada obyek terdekat (garis, perpotongan garis, dan sebagainya). Pendeknya, selama inakurasi posisi yang diberikan GPS masih berkisar 3-15 meter maka aplikasi akan mengasosiasikan kendaraan pada jalan/pertigaan/perempatan yang terdekat.